Makna EstetikaDalam kehidupan yang serba rumit, karya estetik tetap harus memiliki makna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian pemaknaan dinilai sebagai suatu cara yang paling obyektif untuk memberi arti dalam semua pekerjaan estetik, karena tanpa makna, apapun yang dikerjakan oleh manusia sama dengan ”tiada”. Namun makna tak selamanya menyertai sebuah karya estetik, hanya dalam hal-hal khusus makna juga secara total hadir dalam karya estetik (Theodor Ardono dalam Sachari, 2002:98). Bagaimanapun rumitnya perwujudan dan bentuk sebuah karya seni senantiasa mengisyaratkan adanya suatu nilai estetik. Hasil kesenian yang menjadi sasaran analisis setetika setidak-tidaknya memiliki tiga aspek dasar, yakni; wujud, bobot, dan penampilan (Djelantik,2004:7). Makna Estetis atau keindahan yang terkandung dalam musik keroncong dapat tercermin memalui beberapa unsur, yakni
lirik lagu, melodi dan ritme, Iringan musik, dan penampilan penyanyi.
Keindahan lirik
Keindahan lirik dalam suatu lagu akan dapat menyentuh hati pemirsanya. Lagu tersebut menjadi mudah diingat dan enak dinyanyikan. Dari lirik yang indah akan timbul kesan atau pesan yang menarik, sehingga banyak lagu-lagu menjadi sangat terkenal karena keindahan lirik di dalamnya.
Keindahan melodi dan ritme
Keindahan melodi dan ritme dalam musik keroncong nampak sangat berbeda dengan jenis musik yang lain, dimana seorang penyanyi keroncong dituntut telah memiliki materi suara dengan tehnik vokal yang bagus, karena dalam pembawaan melodi dan ritme yang umumnya bersifat improvisasi bercengkok dan gregel memerlukan ungkapan tanggapan jiwa yang dalam dari si penyanyi. Penyanyi mengisi kekosongan, dengan improv-improv, sehingga pembawaannya menjadi sangat ritmis dan dinamis.
Keindahan musik iringan
Iringan Musik keroncong adalah iringan musik yang terdiri dari tujuh alat musik diantaranya; biola, flute, gitar, ukulele, banyo (cak atau cak tenor, dan bas. Apabila sudah ada ketujuh macam alat musik keroncong ini, maka permainan musik keroncong sudah dapat dikatakan lengkap. Yang menarik dari musik iringan keroncong ini adalah, semua alat bermain secara improvisatoris namun masih dalam ikatan. Dari semua alat tersebut mempunyai peranan yang berbeda, sebagai pemegang melodi biasanya instrumen biola dan flute, sedangkan sebagai pengiring, instrumen gitar, ukulele, banyo, cello dan bas. Iringan musik keroncong sangat mendukung suasana yang tercipta dalam lagu, sehingga antara lagu dengan musik iringan bisa menyatu dan saling terkait.
Keindahan penampilan penyanyi
Keindahan lain yang dapat dilihat dalam pertunjukan musik keroncong adalah keindahan penampilan penyanyi. Penampilan penyanyi dari musik keroncong dapat dilihat dari kostum yang umumnya mereka kenakan. Bagi penyanyi wanita memakai kain dan kebaya, sedangkan penyanyi yang pria mengenakan setelan jas. Dalam penyajiannya yang luwes dan sopan dengan karakter keroncong yang berpadu dalam keharmonisan sehingga nampak etis dan estetis.
Dalam hal ini seperti yang dipaparkan dalam The Aesthetic Experience (Jacones Maquet, 1986) obyek seni yang dimaksudkan di sini mencakup seni lukis, gambaran, patung ditambah dengan benda-benda lainnya yang terkait seperti fitigrafi, tekstil dan barang tembikar. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak disadari kita dikelilingi oleh benda-benda visual yang bernilai estetik. Nilai dan tempat menjadi dua faktor penentu bisa tidaknya suatu obyek untuk disebut sebagai obyek seni.
Obyek dan karya seni juga membangun sikap, prilaku dan budaya (kebiasaan) para penikmat, seperti apa yang sudah dipaparkan di atas bahwa estetika musik keroncong memang diciptakan sebagai benda seni. Dalam hal ini untuk membedakan benda-benda seni yang ada disekitar kita, dapat digunakan dua konsep yang berbeda yaitu: art by destination dan art by metamorphosis.
Art by destination adalah: karya seni yang memang diciptakan dengan maksud dan tujuan sebagai benda seni untuk dipajangkan guna dinikmati daya pikat artistiknya. Sedangkan art by metamorphosis adalah obyek atau karya seni yang pada awalnya diciptakan tidak sebagai benda seni melainkan sebagai benda pakai. Proses metamorphosis tidak selamanya terjadi terhadap karya seni melainkan juga terhadap segala sesuatu yang berbeda dan berasal dari luar budaya kita sendiri. Tetapi lain halnya dengan paparan yang terdapat dalam Estetika, Estetisian, Kritikus art World. (Howard S Backer, 1982) yaitu : kritikus menggunakan sistem estetika untuk menentukan nilai dari suatu karya seni, yang hasil penilaiannya melahirkan sebuah reputasi bagi karya seni dan senimannya. Sehingga dalam aktivitas penilaian di atas bukan saja dilakukan oleh estetisan melainkan oleh semua yang terlibat dalam pasar seni.
Oleh Ni Wayan Ardini